- 21:29
- 0 Comments
Oleh : Elma A
Isu-isu kemanusiaan dan berbagai macam kontroversi dalam masyarakat, memang
lebih banyak menarik perhatian pembaca dan penonton, apalagi dengan kondisi Negara
Indonesia yang mempunyai tingkat keberagaman masyarakatnya yang tinggi.
Di awal tahun 2016 hingga artikel ini di tulis, isu-isu kemanusiaan khususnya
pada isu LGBT tengah menjadi sorotan besar media massa. Namun bukannya malah
meredam stigma dan stereotipe buruk masyarakat, beberapa media baik televisi, cetak,
online malah melanggar kode etik mereka dengan melakukan hal yang sebaliknya. Ini
terlihat dari Beberapa pemilihan diksi pada judul dan isi berita yang banyak sekali
memojokkan kelompok tersebut.
Isu ini juga tak luput dari sorotan media televisi. Media televisi berlomba-lomba
mengadakan bincang-bincang dengan narasumber pakar mengenai isu LGBT ini.
Indonesia Lawyers Club merupakan salah satu talk show di stasiun televisi swasta
Indonesia yang mengangkat isu LGBT dengan judul ‘LGBT marak: apa sikap kita’ pada
Selasa tanggal (16/2). yang seharusnya acara ini menjadi sebuah forum publik yang
bermanfaat untuk kedua belah pihak , media hanya dapat menghadirkan bincang-bincang
penuh kehebohan namun miskin dengan sikap kompromi terhadap sesama warga
Indonesia yang dikenal memiliki keberagaman dalam masyarakatnya.
` Hal-hal yang disebutkan di awal artikel ini, hanya sebagian kecil contoh
bagaimana media menyampaikan berita mereka mengenai sebuah isu yang sensitive
dalam masyarakat, dan beberapa media gagal dalam mengeksekusi berita mereka. Hal ini
pun menimbulkan banyak stereotipe dalam masyarakat( sembilan elemen jurnalisme,
2001,hal 252). maka dari itu banyak sekali kesalah pahaman yang terjadi hanya karena
sebuah berita ynag berada di media.
Terkadang media massa lupa akan efek yang mereka timbulkan pada masyarakat.
Media merupakan salah satu alat untuk menggiring opini dalam masyarakat. Dalam buku
sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosentiel (sembilan elemen
jurnalisme,2001, hal 183) menuliskan pendapat dari Robert Berdahl mengenai
gelombang sinisme yang ditimbulkan salah satunya dari pihak media massa dalam
masyarakat. Menurut Robert Berdahl segala jenis sinisme yang merusak akan menggiring
kita pada sikap apatis dan mengancam basis untuk lembaga demokratis.
Independensi media memang hanya sebuah utopia yang sering kali di elu elukan
oleh banyak media. Mereka berdalih bahwa media mereka independen dan berimbang,
pada kenyataannya hal ini hanya menjadi dongeng-dongeng pengantar tidur saja.
Pers merupakan salah satu pilar dari sebuah negara yang menganut sistem
demokrasi. Tentu saja berbgai macam buku semua menjelaskan hal itu, tapi dari situ kita
seharusnya bertanya kembali, demokrasi untuk siapa?. Jika pada dasarnya Pers ada untuk
seluruh rakyat, mengapa dalam kondisi Indonesia yang sangat beragam ini, beberapa
media tak bisa menjaga profesionalitas mereka? seakan-akan loyalitas mereka hanya
berlaku pada sekelompok masyarakat mayoritas saja.
Ketika jurnalisme hadir dalam masyarakat yang sangat beragam, seharusnya
jurnalisme lebih berhati-hati dalam mengemas berita mereka. Apalagi kini juga muncul
era banjir informasi dengan adanya media baru, media massa semakin dituntut untuk
semakin teliti, dan bijaksana dalam menyampaikan berita.
Jurnalis-jurnalis harus kembali mengingat bahwa Komitmen kepada warga harus
lebih besar ketimbang egoisme diri sendiri, walaupun hal ini sulit dan terlihat sangat
mustahil. Maka dari itu jurnalis tidak boleh berhenti untuk belajar dan melihat dari
berbagai sisi. Dan jangan lupa sebagai jurnalis Indonesia, kita mempunyai kode etik dan
undang-undang pers yang pastinya harus kita jalankan untuk menghasilkan jurnalisme
yang bermutu dan sesuai dengan kaidah jurnalisme. Disana sudah jelas tertulis bagaimana
jurnalis seharusnya menjalankan tugasnya, Hal ini juga akan membantu kita menghadapi
situasi Indonesia yang mempunyai masyarakat yang sangat beragam.
Karena sekali lagi, Jurnalisme harus hadir untuk semua bagian dan lapisan
masyarakat, dan bukan hanya hadir untuk sebagian masyarakat mayoritas saja.
- 01:42
- 0 Comments

